Langsung ke konten utama

EMBEL-EMBEL IPK DAN JEBOLAN KAMPUS TERNAMA, TAK ADA GUNANYA TANPA FLEKSIBILITAS KOGNITIF



Menjadi lulusan kampus ternama dengan IPK nyaris sempurna sering membuat kita jumawa. Lantas saat memasuki dunia kerja, jadi kaget, karena nggak punya fleksibilitas kognitif.

Baik disadari maupun tidak, kita terlarut dalam rutinitas menuntut ilmu yang cenderung kaku. Mayoritas lembaga pendidikan kita telah membuat aturan yang mengikat peserta didiknya. Punishment pun bisa muncul di banyak kesempatan. Kalau tidak mengerjakan PR, maka harus begini. Kalau datang terlambat, maka harus begitu. Jika aturan-aturan semacam ini terus membelenggu selama belasan tahun—setidaknya dari SD sampai SMA—tidak mengherankan jika kemudian menjadikan pikiran kita terkungkung.

Yang terjadi kemudian, kita tidak berani melakukan hal yang aneh-aneh. Otak kita mengajak untuk lebih baik mengerjakan sesuatu sesuai dengan aturan yang berlaku saja. Supaya aman. Supaya nggak dimarahi atau dapat hukuman. Supaya nggak disebut sebagai anak nakal—kalau nggak nurut.

Rutinitas yang mengungkung semacam itu, pelan-pelan akhirnya membentuk kepribadian kita menjadi kurang fleksibel. Apalagi kalau kehidupan di lingkungan rumah, tidak jauh beda tingkat keketatannya. Kita pun menjadi kurang berani dan banyak ragu-ragunya dalam memutuskan banyak hal. Seperti saya, yang suka main aman karena saat SD pernah berambisi ingin jadi teladan. Wqwq.

Di pikiran saya, menjadi teladan artinya, harus betul-betul sempurna. Baik dalam kelakuan maupun kecerdasan. Semua itu hanya bisa dilalui dengan satu jalan: mematuhi hal-hal yang telah diatur. Otak saya yang nggak fleksibel ini—karena memang jarang dilatih—jadi nggak tahu, kalau ada banyak jalan yang bisa saya lalui untuk menjadi teladan. Tanpa harus melulu taat aturan. Kalau fleksibilitas tubuh sih, dilatihnya sambil yoga.

Sayangnya, saya justru menyalahkan kondisi luar, yang menjadi penyebab kemampuan fleksibel atau fleksibilitas kognitif saya kurang mumpuni. Saya menyalahkan sistem pendidikan kita yang nggak well. Saya menganggap bahwa rutinitas itulah yang membelenggu saya. Semua aturan itulah yang menyulitkan saya untuk merasa tidak ada masalah mengambil keputusan dengan jalan yang dianggap tidak seharusnya. Padahal nyatanya, malah saya sendirilah yang membatasi diri: karena terlalu nyaman dengan yang aman-aman.

Tentu saja, jarang melatih fleksibilitas kognitif kita, tidak baik adanya. Pasalnya, kita tidak akan pernah mendapatkan kehidupan yang betul-betul dalam kondisi aman dan nyaman. Yang terjadi kemudian, kita jadi sulit—atau bahkan gagal—untuk beradaptasi. Nah, kalau sudah kesulitan beradaptasi dalam berbagai kondisi, bagaimana caranya kita bisa bertahan?

Masalah fleksibilitas kognitif jugalah, yang saya kira jadi salah satu aspek penyebab begitu banyaknya generasi kita yang berpendidikan, nggak punya pekerjaan alias pengangguran. Oleh karenanya, nggak perlulah lapangan kerja yang sedikit, terus-terusan dijadikan alasan.

Para sarjana kita, seperti banyak yang gagal menyiapkan diri untuk menghadapi dunia kerja. Dengan gelar yang telah disandang, IPK yang nyaris sempurna, plus eksklusivitas jebolan kampus ternama—yang masuknya aja sulitnya naudzubillah. Lantas membentuk diri jadi sombong dan terlalu pilah-pilih pekerjaan. Ya, sebetulnya wajar-wajar aja, sih. Toh, pilihan hidup dia juga.

Dengan nilai jual yang tinggi tersebut, tentu dia nggak pengin kerja di tempat yang asal-asalan. Belum lagi mikirin harus bisa segera balik modal. Lagian, masak sih, lulus dari kampus ternama, malah kerja di tempat atau pekerjaan yang sulit untuk disombongkan di Instagram. Apa kata teman-teman waktu nanti reunian? Malu, Malihhhh! Maluuu~

Tapi ya, mohon maaf, nih, nggak perlulah sombong-sombong amat dengan ijazah yang sudah dalam genggaman itu. Fyi aja, sih, ijazah itu kayak karung gede yang masih kosong. Jadi, kalau memutuskan masuk ke dunia kerja, si kantong ini masih perlu diisi dengan berbagai hal. Nah, di sinilah fleksibilitas kognitif sangat diperlukan. Biar kita-kita nggak jadi generasi yang gampang nggumunan serta siap dalam berbagai kondisi.

Pasalnya, pintar dan punya banyak prestasi hingga tingkat langit internasional pun, itu nggak cukup. Diperlukan juga kemampuan untuk bersedia menerima pandangan-pandangan yang berbeda. Bahwa nyatanya, tidak semua orang akan hidup dengan standar yang kita buat.

Banyak orang yang akhirnya memilih bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), tapi tidak dibarengi dengan semangat untuk mengabdi pada masyarakat. Padahal kan, kita tahu, sebutan lainnya PNS itu abdi negara. Keputusan untuk jadi PNS, sebatas menginginkan keamanan finansial hingga hari tua. Iya, sih, jadi PNS memang kemungkinan kecil bakal di-PHK. Kecuali kalau negaranya yang bangkrut. Bagaimana? Keadaan ini betul-betul aman, bukan?

Ya, tentu saja betul-betul aman. Apalagi kalau otak kita sudah terbiasa ketakutan dalam menghadapi kemungkinan yang nggak enak. Semacam diliputi pertanyaan what if yang buruk dan nggak ada ujungnya. Namun justru jadi penghalang kita untuk melangkah yang paling ampuh.

Padahal, kalau kita mau menghilangkan pikiran what if—yang buruk itu—bukankah bakal membuat setiap langkah jadi lebih efektif? Lantaran, energinya nggak habis karena capek mikiin sesuatu yang belum tentu kejadian. Eh, malah jadi penghambat.

Ya, tidak ada yang betul-betul bisa menjamin kehidupan kita. Termasuk menikah dengan seorang kaya raya plus ahli ibadah. Yang berjanji nggak akan poligami dan bakal menjamin kehidupan kita. Jadi, kemampuan fleksibilitas kognitif kita kudu sering-sering dilatih. Supaya kita nggak terkaget-kaget, kalau ujug-ujug muncul masalah.

Sayang, yang bisa menjamin kebahagiaan kita, hanyalah diri kita dan amal ibadahnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Jenis jenis Digital Art

    Digital art adalah karya seni yang dibuat dengan teknologi digital. Yang mana digital Art atau bisa berupa gambar, video, game, dll. Ada berbagai macam Seni Digital yang berbentuk gambar dan sebenarnya sering kita temui pada kehidupan sehari-hari. Berikut ini adalah contohnya: 1. Vector Art        Vector Art merupakan gambar yang terbentuk dari sejumlah garis dan kurva. Ciri khas dari Vector Art adalah gambarnya yang terlihat seperti kartun tapi bentuknya nyata dan hampir mirip dengan bentuk aslinya. Aplikasi yang biasa digunakan untuk membuat seni digital ini yaitu Adobe illustrator, Corel-Draw, dan Inkscape. Berikut ini adalah contoh dari Vector Art:    2. WPAP          WPAP atau Wedha's Pop Art Potrait adalah suatu gugus seni ilustrasi potret wajah yang bersaling-silang secara geometri dengan penggunaan kontradiksi warna-warna khusus. Ciri khas dari WPAP adalah warnanya yang bebas namun masih terdapat unsur gelap terang. Aplikasi yang biasa dig

Asal Mula Pedagang Kaki Lima

Jumlah kakinya ada lima Konon, pedagang kaki lima ini memang jumlah kakinya ada lima gan, yaitu merujuk pada dua jumlah kaki pedagang dan tiga kaki gerobak. Tapi ternyata fenomena “pemaknaan” ini baru ada sekitar tahun 80an. Padahal jauh sebelum itu, orang-orang yang menjajakan dagangannya di pinggir jalan ini  lebih didominasi oleh pedagang yang menggunakan pikulan atau menggelar dagangan di jalan, bukan menggunakan gerobak. Jadi makna istilah pedagang kaki lima ini bisa dibilang kurang tepat. Terus dari mana dong asalnya? Sudah ada sejak Indonesia belum merdeka Ternyata, adanya pedagang kaki lima ini sudah lama yaitu sejak zaman penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintah saat itu mengharuskan setiap jalan raya memiliki area untuk pejalan kaki atau trotoar selebar lima kaki (5 feet) atau setara dengan 1,5 meter. Tapi, ruas jalan yang disediakan untuk pejalan kaki ini malah disinggahi oleh para pedagang untuk beristirahat. Sembari beristirahat, ternyata

Cara Mengembalikan File Yang Terkena Ransomware Dengan STOPdecrypter

Banyak pengguna Windows yang mengeluhkan PC-nya terjangkit Ransomware. Salah satu efek yang ditimbulkan dari virus ini adalah ekstensi file-nya yang berubah. Dan tentu tidak bisa dibuka atau dioperasikan. Kemudian akan muncul pesan dari si pembuat virus, yang mana jika si user menginginkan file-nya pulih harus membayar sejumlah uang tertentu. Nah, kabar baiknya adalah telah muncul juga tools untuk memulihkan file yang sudah terjangkit. Tools ini bernama STOPDecrypter. Update per akhir Juli 2019 versi 2.1.0.21. Cara penggunaannya cukup simple. Buka tools tersebut, lalu pilih direktori file yang ingin dipulihkan. Kemudian klik Decrypt. Semoga bisa mengembalikan file yang berubah ekstensi menjadi virus ransomware. Silakan download melalui link yang disediakan. Supported Extensions: .puma .pumas .pumax .djvu .djvuq .djvur .djvut .djvuu .pdff .tfude .tfudeq .tro .udjvu .tfudet .rumba …dan masih banyak lagi. Cara Install: -Download melalui link yang telah dis